Sabtu, 19 Februari 2011

tentang ajaran sapto darmo


Pendahuluan
Banyak pertanyaan dari masnyarakat seputar ajaran Kejawen. Pertanyaan tersebut tidak semata disampaikan oleh orang yang awam terhadap Islam, akan tetapi juga oleh para dai, takmir masjid, dan tokoh masyarakat. Dari ‘nada’ pertanyan mereka, penulis menangkap bahwa masyarakat masih menganggap Kejawen merupakan bagian dari Islam, sehingga mereka sering menyebut dengan nama Islam Kejawen. Untuk itulah kami menurunkan tulisan ini, yang insyaAllah akan membantu menjawab kerancuan (subhat) tersebut.
Dalam bagian pertama ini akan dibahas tentang aliran Sapto Darmo, yang merupakan salah satu aliran besar kejawen.
A. Pengertian Kejawen (Kebatinan)
Rahnip M., B.A. dalam bukunya Aliran Kepercayaan dan Kebatinan dalam Sorotan menjelaskan, “Kebatinan adalah hasil pikiran dan angan-angan manusia yang menimbulkan suatu aliran kepercayan dalam dada penganutnya
dengan membawakan ritus tertentu, bertujuan untuk mengetahui hal-hal yang gai, bahkan untuk mencapai persekutuan dengan sesuatu yang mereka anggap Tuhan secara perenungan batin, sehingga dengan demikian (menurut anggapan mereka) dapat mencapai budi luhur untuk kesempurnaan hidup kini dan akan dating sesuai dengan konsep sendiri”.
Dari pengertian di atas didapat beberapa istilah kunci dari ajaran kebatinan yaitu :
- Merupakan hasil pikiran dan angan-angan manusia.
- Memiliki cara beribadah (ritual) tertentu
- Yang dituju adalah pengetahuan ghaib dan terkadang juga malah bertujuan menyatukan diri dengan tuhan.
- Hasil akhir adalah kesempurnaan hidup dengan konsep sendiri.
B.Sejarah Berdirinya
Secara umum kejawen (kebatinan) banyak bersumber dari ajaran nenek bangsa Jawa yaitu animisme dan dinamisme,2 yang diwariskan secara turun temurun sehingga tidak dapat diketahui asal muasalnya.
Sapto Daro (salah satu aliran besar kejawen) pertama kali dicetuskan oleh Hardjosaputro dan selanjutnya dia ajarkan hingga meninggalnya, 16 Desember 1964. Nama Sapto Darmo diambil dari bahasa jawa; sapto artinya tujuh dan darmo artinya kewajiban suci. Jadi sapto darmo artinya tujuh kewajiban suci. Sekarang aliran ini banyak berkembang di Yogya dan Jawa Tengah, bahkan sampai luar Jawa. Aliran ini mempunyai pasukan dakwah yang dinamakan Corps Penyebar Sapto Darmo, yang dalam dakwahnya sering dipimpin oleh ketuanya sendiri (Sri Pawenang) yang bergalar Juru Bicara Tuntunan Agung.
C. Ajaran Pokok Sapto Darmo3 dan Bantahannya
1. Tujuan Kewajiban Suci (Sapto Darmo)
Penganut Sapto Darmo meyakini bahwa manusia hanya memiliki 7 kewajiban atau disebut 7 Wrwarah Suci yaitu :
- Setia dan tawakal kepada Pancasila Allah (Maha Agung, Maha Rahim, Maha Adil, Maha Kuasa, dan Maha Kekal).
- Jujur dan suci hati menjalankan undang-undang Negara.
- Turut menyingsingkan lengan baju menegakkan nusa bangsa.
- Menolong siapa saja tanpa pamrih, melainkan atas dasar cinta kasih.
- Berani hidup atas kepercayaan penuh pada kekuatan diri-sendiri.
- Hidup dalam masyarakat dengan susila dan disertai halusnya budi pekerti.
- Yakin bahwa dunia ini tidak abadi, melainkan berubah-ubah (angkoro manggiling).
Bantahannya:
Dalam sudut pandang Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, ajaran Sapto Darmo hanya berisi keimanan kepada Allah sebatas beriman terhadap Rububiyah Allah; itupun dengan pemahaman yang salah. Rububiyah Allah hanya difahami sebatas lima sifat (Pancasila Allah) yaitu Maha Agung, Maha Rahim, Maha Adil, Maha Kuasa, dan Maha Kekal. Padahal sifat Rububiyah Allah itu banyak sekali (tidak terbatas dengan bilangan).
Keimanan secara benar terhadap Rububiyah Allah saja belum menjamin kebenaran Iman atau Islam seseorang, apalagi yang hanya beriman kepada sebagian kecil dari sifat Rububiyah Allah seperti ajaran Sapto Darmo ini.
Inti ajaran Sapto Darmo hanya mengerjakan iman kepada Allah saja. Hal itu menunjukkan batilnya ajaran Sapto Darmo dalam pandangan Islam. Aqidah Islam memerintahkan untuk mengimani enam perkara yang dikenal dengan rukun iman, yaitu beriman kepada Allah, Malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, Hari Akhir, dan Takdir yang b aik maupun buruk.

Rabu, 03 November 2010

HIKAM 134 WUJUDNYA MAKHLUK TIDAK BISA MENJADI HIJAB

Bagaimana bisa cahaya lampu di malam hari menjadi hijab yang menghalangi untuk bisa tahu PLN? Dan mencegahmu untuk bisa yakin akan wujudnya PLN? Serta bagaimana mungkin buah yang matang di atas pohon menjadi hijab untuk bisa melihat pohonnya.
مَا حَجَبَكَ عَنِ اللهِ وُجُوْدُ مَوْجُوْدٍ مَعَهُ وَلَكِنْ حَجَبَكَ عَنْهُ تَوَهُّمُ مَوْجُوْدٍ مَعَهُ
 "Wujudnya sesuatu yang diwujudkan oleh Allah tidaklah bisa menghalangi kamu dariNya, akan tetapi yang bisa menghalangi kamu dariNya adalah pemahaman kamu yang salah bahwa wujudnya selain Allah itu sama kedudukannya dengan wujudnya Allah"
Sudah menjadi ketetapan bahwa tidak ada sesuatu yang wujud yang kedudukannya setara dengan Allah. Alam yang dipenuhi dengan beragam sesuatu yang wujud ini, tidak bisa wujud kecuali jika diwujudkan oleh Sang Kholiq (Allah), bukan wujud dengan sendirinya yang kedudukannya setara dengan wujudnya Allah akan tetapi semua mukawwanat (makhluk) ini adalah dari penciptaannya Allah dan penciptaannya itu terus berlangsung dan tidak terputus, ini merupakan makna dari ayat:
قَيُّوْمُ السَّموات والأَرْضِ وَمَا بينهما
Seandainya dalam sesaat saja terputus, maka makhluk yang wujud ini akan kembali kepada kehancuran, luluh lantah serta ketiadaan yang gelap gulita. Allah berfirman :
ومن آياته أن تقوم السماء والأرض بأمره (الروم : 25)

 Artinya : " Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah berdirinya langit dan bumi dengan iradat-Nya. QS. Ar Ruum:25 
 إن الله يمسك السموات والأرض أن تزولا (فاطر : 41)
Artinya : Sesungguhnya Allah menahan langit dan bumi supaya jangan lenyap. QS. Fathir:41.
Dari segi ilmu nahwu, kita tahu bahwa fi'il mudhori' (تقوم) dan (يمسك) menunjukkan arti terus menerus (الاستمرار) dengan kandungan makna bahwa wujud tegaknya langit dan bumi beserta tugas-tugas keduanya itu bisa sempurna dengan terus menerusnya pengaturan dan kendali dari Allah atau penegakanNya. Jadi, di alam ini tidak ada sesuatu yang wujud dengan sendirinya tanpa diwujudkan oleh Allah, akan tetapi semua sesuatu yang wujud yang bisa kita lihat dengan mata kepala merupakan ciptaan Allah. Jika sudah jelas bahwa wujudnya sesuatu mukawwanaat atau makhluk itu dari Allah, dan adanya Allah makhluk bisa wujud, tetap, bergerak dan mampu menunaikan tugas-tugas yang ditetapkan oleh Allah. Maka, bagaimana mungkin wujud itu semua bisa menjadi hijab/penghalang bagi kita dari wujudnya Allah? Bagaimana bisa pengaruh sesuatu menjadi hijab untuk melihat sesuatu tersebut? Atau bisa dikatakan, bagaimana bisa suatu dalil atau petunjuk atas sesuatu menjadi hijab untuk melihat sesuatu tersebut? Bagaimana bisa cahaya lampu di malam hari menjadi hijab yang menghalangi untuk bisa tahu PLN? Dan mencegahmu untuk bisa yakin akan wujudnya PLN? Serta bagaimana mungkin buah yang matang di atas pohon menjadi hijab untuk bisa melihat pohonnya. Jadi, makhluk yang bisa kamu lihat di sekitarmu, pada hakikatnya tidak menjadi hijab yang menghalangimu dari Allah dan meyakini wujud-Nya, karena wujudnya makhluq bukan wujud dengan sendirinya, akan tetapi merupakan makhluq yang diciptakan oleh Allah dan itu semua merupakan dalil-dalil yang jelas.Akan tetapi, sudah menjadi kebiasaan manusia, sekiranya ia akan merasa puas dengan penjelasan tadi apabila ia melihat atau memandang makhluq lainnya ia bisa terhijab untuk bisa melihat Allah dan lupa denganNya, apa sebabnya?Sebabnya ialah, prasangkanya yang salah atas pandangan atau pemikiran terhadap makhluq yang difahami bahwa ia wujud dengan sendirinya sesuai dengan apa yang ia lihat dengan mata kepalanya, dan memandang bahwa Allah telah menetapkan keghaibanNya dan tidak bisa dilihat di dunia ini. Dan jika ia melihat sesuatu di sekitarnya, ia tidak melihat kecuali bentuk gambar makhluq itu sendiri. Maka dari itu, masuklah prasangka yang salah kepadanya bahwa yang tampak di hadapannya hanya wujudnya makhluq. Oleh karena itu ia termasuk orang yang mahjub atau terhalang-halangi dengan prasangkanya sendiri. Untuk itu, hendaknya kita selalu bertafakur serta menggunakan ilmu kita agar tidak salah faham atau terjerat oleh prasangka yang salah dan bisa terhindar darinya. Ibnu Arobi berkata:
وجدت وجودا لم أجد ثانياً له # وشاهدت ذاك الحقّ فى كلّ صنعة
وطالب غير الله فى الأرض كلها # كطالب ماء من سراب بقيعة
ِArtinya: "Aku telah menemukan wujud yang hakiki yang tiada duanya #          Dan aku menyaksikan Allah yang Maha Benar itu di setiap ciptaan-Nya. Perumpamaan orang yang mencari selain Allah di hamparan bumi ini #            Seperti halnya orang yang mencari air di tanah yang luas serta berpohon."